Hukum Teori Koneksionisme dan Aplikasi Teori Koneksionisme dalam Pembelajaran
gambar koleksi google
Hukum Teori Koneksionisme
Thorndike merumuskan hasil eksperimennya ke dalam tiga hukum dasar dan lima hukum tambahan. Ketiga hukum dasar tersebut yaitu:
1. Law of Readness (Hukum Kesiapan)
Ketika seseorang dipersiapkan (sehingga siap) untuk bertindak, maka melakukan tindakan merupakan imbalan (reward) sementara tidak melakukannya merupakan hukuman (punishment) (Schunk: 2012). Semakin siap suatu individu terhadap suatu tindakan, maka perilaku-perilaku yang mendukung akan menghasilkan imbalan (memuaskan). Kegiatan belajar dapat berlangsung secara efisien bila si pelajar telah memiliki kesiapan belajar. Ada tiga keadaan yang menunjukkan berlakunya hukum kesiapan ini, yaitu bahwa:
- Apabila suatu unit tingkah laku telah siap digunakan, maka penggunaannya akan membawa kepuasan.
- Apabila suatu unit tingkah laku telah siap digunakan namun tidak digunakan maka akan menimbulkan ketidakpuasan (kerugian) dan menimbulkan respon yang lain untuk mengurangi atau meniadakan ketidakpuasan itu.
- Apabila suatu unit tingkah laku belum siap tetapi dipaksakan untuk digunakan maka akibatnya juga kerugian.
2. Law of Exercise (Hukum Latihan)
Koneksi antara kondisi dan tindakan akan menjadi kuat karena latihan dan akan menjadi lemah karena kurang latihan. Dalam belajar, pelajar perlu mengulang-ulang bahan pelajaran. Semakin sering suatu pelajaran diulangi semakin dikuasai pelajaran tersebut. Hukum ini mengandung dua hal, yaitu;
- Law of Use (Hukum Kegunaan), sebuah respon terhadap stimulus memperkuat koneksi keduanya. Respon dalam hal ini adalah latihan tersebut.
- Law of Disuse (Hukum Ketidakgunaan), ketika respon tidak diberikan terhadap stimulus kekuatan koneksinya menjadi menurun.
3. Law of Effect (Hukum Akibat)
Kegiatan belajar yang memberikan efek hasil belajar yang menyenangkan (hadiah) cenderung akan diulangi, sedangkan kegiatan belajar yang memberikan efek hasil belajar yang tidak menyenangkan (hukuman) akan dihentikan. Dalam pembelajaran hukum ini biasa diterapkan dengan pemberian reward and punishment.
Selain hukum dasar di atas, ada lima hukum tambahan, yaitu :
1. Hukum Reaksi Bervariasi (Multiple Respons)
Pada individu diawali oleh proses trial and error yang menunjukkan adanya bermacam-macam respon sebelum memperoleh respon yang tepat dalam memecahkan masalah yang dihadapi.
2. Hukum Sikap (Attitude)
Perilaku belajar seseorang tidak hanya ditentukan oleh hubungan stimulus dengan respon saja tetapi juga ditentukan keadaan yang ada dalam diri individu baik kognitif, emosi, sosial, maupun psikomotor.
3. Hukum Aktivitas Berat Sebelah (Prepotency of Element)
Individu dalam proses belajar memberikan respon hanya pada stimulus tertentu saja sesuai dengan persepsinya terhadap keseluruhan situasi (respon selektif).
4. Hukum Respon by Analogy
Individu dapat melakukan respon pada situasi yang belum pernah dialami karena individu sesungguhnya dapat menghubungkan situasi yang belum pernah dialami dengan situasi lama yang pernah dialami.
5. Hukum Perpindahan Asosiasi (Associative Shifting)
Proses peralihan dari situasi yang dikenal ke situasi yang belum dikenal dilakukan secara bertahap dengan cara menambahkan sedikit demi sedikit unsur lama.
Thorndike dalam teori koneksionisme juga menyebutkan konsep transfer of training. Transfer of training yaitu hal yang didapatkan dalam belajar bisa digunakan untuk menghadapi atau memecahkan hal-hal lain yang sejenis atau berhubungan. Dalam dunia pendidikan transfer of learning ini sangat penting, Karena bila konsep ini tidak ada maka sekolah menjadi tidak berguna bagi masyarakat. Semua yang dipelajari di sekolah seharusnya bisa digunakan dalam kehidupan siswa di luar sekolah. Diperlukan usaha agar transfer of learning dapat terjadi secara optimal. Guru harus memilih bahan yang dipelajari itu agar mengandung kesamaan sebanyak mungkin dengan hal yang nantinya akan dihadapi oleh siswa, baik pada kehidupan sehari-hari maupun pada tingkat pendidikan selanjutnya.
Selain menambahkan hukum-hukum baru, dalam perjalanan penyampaian teorinya, Thorndike mengemukakan revisi hukum belajar antara lain:
- Hukum latihan ditinggalkan karena ditemukan pengulangan saja tidak cukup untuk memperkuat hubungan stimulus respon, sebaliknya tanpa pengulanganpun hubungan stimulus respon belum tentu diperlemah.
- Hukum akibat direvisi, bahwa yang berakibat positif untuk perubahan tingkah laku adalah hadiah, sedangkan hukuman tidak berakibat apa-apa.
- Syarat utama terjadinya hubungan stimulus dan respon bukan kedekatan, tetapi adanya saling sesuai antara stimulus dan respon.
- Akibat suatu perbuatan dapat menular baik pada bidang lain maupun pada individu lain.
B. Aplikasi Teori Koneksionisme dalam Pembelajaran
Aplikasi teori Koneksionisme dalam pembelajaran sangat tergantung pada pendidik. Pendidik (guru dan dosen) harus merancang pembelajaran sedemikian rupa agar proses transfer stimulus dan respon bisa optimal. Thorndike berpendapat bahwa cara mengajar yang baik bukanlah mengharapkan siswa tahu apa yang telah diajarkan. Guru harus mengerti materi apa yang hendak diajarkan, respon apa yang diharapkan dan kapan harus memberi hadiah atau membetulkan respon yang salah. Maka tujuan pembelajaran harus dirumuskan dengan jelas.
Tujuan pembelajaran harus masih dalam batas kemampuan belajar siswa dan harus terbagi dalam unit-unit sedemikian rupa sehingga guru dapat menerapkan menurut bermacam-macam situasi. Siswa akan lebih optimal mencapai tujuan pembelajaran jika beban belajarnya disesuaikan dengan usianya. Dalam hal ini kurikulum sangat penting peranannya untuk membagi materi, metode dan alokasi waktu pembelajarannya.
Proses belajar harus bertahap dari yang sederhana sampai yang kompleks. Misalnya pada mata pelajaran matematika, siswa harus dikenalkan pada bentuk angka dan lambang operasi hitung ( + , - , : , x ) terlebih dahulu sebelum diajarkan materi operasi hitung. Sama halnya dalam mata pelajaran bahasa, siswa harus mengenal huruf-huruf alfabet terlebih dahulu sebelum belajar membaca.
Motivasi tidak begitu penting dalam belajar karena perilaku siswa terutama ditentukan oleh eksternal awards dan bukan instrinsik motivation. Yang lebih penting dari ini ialah adanya respon yang benar terhadap stimulus. Bila siswa melakukan respon yang salah, harus segera diperbaiki, sebelum sempat diulang-ulang. Dengan demikian ulangan yang teratur diperlukan sebagai kontrol bagi guru, untuk mengetahui apakah siswa sudah melakukan respon yang benar atau belum terhadap stimulus yang diberikan oleh guru.
Supaya guru mempunyai gambaran yang jelas dan tidak keliru terhadap kemajuan anak, ulangan harus dilakukan dengan mengingat hukum kesiapan. Peserta didik yang sudah belajar dengan baik harus segera diberi hadiah, dan bila belum baik harus segera diperbaiki.
Situasi belajar harus dibuat menyenangkan dan mirip dengan kehidupan dalam masyarakat sebanyak mungkin. Sehingga dapat terjadi transfer ilmu dari dalam kelas ke lingkungan di luar kelas. Materi yang diberikan kepada siswa harus ada manfaatnya untuk kehidupan anak kelak setelah keluar dari sekolah.
Pelajaran yang sulit melebihi kemampuan anak tidak akan meningkatkan kemampuan penalarannya.Apabila materi yang diberikan terlalu sulit jauh dari kemampuan siswa, maka hasil belajarnya tidak akan optimal. Bahkan bisa gagal total siswa tidak medapatkan apa-apa, jika siswa meninggalkan atau enggan mempelajari materi yang terlalu sulit baginya.
C. Kelebihan dan Kekurangan Teori Koneksionisme
Adapun kelebihan dan kekurangannya adalah sebagai berikut.
1. Kelebihan Teori Koneksionisme
Dengan sering melakukan pengulangan dalam memecahkan suatu permasalahan, siswa akan memiliki sebuah pengalaman yang berharga. Selain itu dengan adanya sistem pemberian hadiah akan membuat siswa menjadi lebih memiliki kemauan dalam memecahkan permasalahan yang dihadapinya.
2. Kekurangan Teori Koneksionisme
Kegiatan yang terlalu sering dilakukan, akan membuat siswa menjadi merasa jenuh. Mungkin saja siswa menjadi merasa enggan untuk mencobanya lagi. Selain itu dengan adanya sistem pemberian hadiah akan membuat sebuah ketergantungan pada siswa dalam melakukan suatu kegiatan.
Daftar Pustaka
Suryabrata, Sumadi. 1987. Psikologi Pendidikan, Jakarta : Rajawali. Hal. 124
Schunk, DH. 2012 . Learning Theories an Educational Perspektive. Yogyakarta :Pustaka Pelajar :
Hal. 102
Syah, Muhibbin. 2001. Psikologi Pendidikan Dengan Pendekatan Baru. Bandung : Rosdakarya.
Hal. 105-106
Rumini, Sri. 1993. Psikologi Pendidikan. Yogyakarta: Unit Percetakan dan Penerbitan (UPP)
www.uny.ac.id/refleksi_grup/sharefile/files diakses tanggal 17 September 2014 pukul 14:00 WIB.
Post a Comment for "Hukum Teori Koneksionisme dan Aplikasi Teori Koneksionisme dalam Pembelajaran"