Teori Lev Seminovich Vygotsky
Salah satu kontribusi Vygotsky yang paling penting terhadap pemikiran psikologi adalah fokus perhatiannya pada aktivitas yang bermakna sosial sebagai sebuah pengaruh penting terhadap pemikiran sadar manusia. Vygotsky berupaya menjelaskan pikiran manusia dengan cara-cara baru. Ia menolak introspeksi dan memunculkan banyak lagi keberatan yang sama dengan keberatan para behavioris. Ia tidak ingin menjelaskan tentang kondisi-kondisi pikiran sadar dengan mengacu pada konsep kesadaran. Selain itu ia juga menolak penjelasan para behavioris tentang tindakan dalam kaitannya dengan tindakan sebelumnya.
Teori Vygotsky menitikberatkan interaksi dari faktor-faktor interpersonal (sosial), kultural historis, dan individual sebagai kunci dari perkembangan manusia. Interaksi-interaksi dengan orang-orang di lingkungan sekitar menstimulasi proses-proses perkembangan dan mendorong pertumbuhan kognitif. Tetapi interaksi-interaksi tidak berguna jika dipandang menurut makna tradisional, yaitu memberikan informasi pada anak-anak. Anak-anak mentransformasi pengalaman-pengalaman mereka berdasarkan pengetahuan dan karakteristik pengetahuan mereka, dan mereka mengorganisasi ulang struktur-struktur mental mereka.
Aspek-aspek kultural historis dari teori Vygotsky menonjolkan pemikiran bahwa pembelajaran dan perkembangan tidak dapat dipisahkan dari konteksnya. Cara siswa berinteraksi dengan dunia mereka, orang-orang,objek, dan institusi-institusi di dalamnya mengubah cara berpikir mereka. Makna-makna konsep berubah ketika dihubungkan dengan dunia. Jadi, sekolah bukan hanya sekadar kata atau sebuah struktur fisik, tetapi juga sebuah institusi yang berupaya mendukung pembelajaran dan kewarganegaraan.
Selain itu, ada juga faktor individual atau keturunan yang memengaruhi perkembangan. Vygotsky tertarik pada anak-anak dengan kelainan-kelainan mental dan fisik. Ia yakin bahwa karakteristik yang mereka warisi menghasilkan lintasan-lintasan gerak pembelajaran yang berbeda dengan anak-anak yang tidak mengalami keterbatasan seperti itu.
Dari ketiga pengaruh ini, yang mendapatkan perhatian diantara peneliti dan praktisi Barat adalah pengaruh interpersonal. Vygotsky menganggap bahwa lingkungan sosial sangat penting bagi pembelajaran dan berpikir bahwa interaksi-interaksi sosial mengubah atau mentrasformasi pengalaman-pengalaman belajar. Aktivitas sosial adalah sebuah fenomena yang membantu menjelaskan perubahan-perubahan dalam pikiran sadar dan membentuk teori psikologis yang menyatukan perilaku dan pikiran.
Pernyataan Vygotsky yang paling kontroversial adalah bahwa seluruh fungsi mental yang lebih tinggi berasal dari lingkungan sosial (Vygotsky, 1962 dalam Schunk 2012). Hal ini merupakan pernyataan yang sangat kuat, tetapi ada benarnya. Proses yang paling berpengaruh adalah bahasa. Vygotsky berpikir bahwa komponen penting dari perkembangan psikologis adalah menguasai proses-proses eksternal dari transmisi perkembangan kultural dan berpikir melalui simbol-simbol seperti bahasa, berhitung, dan menulis. Ketika proses ini telah dikuasai, langkah berikutnya adalah menggunakan simbol-simbol tersebut untuk memengaruhi dan mengatur sendiri pikiran-pikiran dan tindakan-tindakan.
Beberapa pemikiran dari Vygotsky antara lain:
1. Zona Perkembangan Proksimal
Salah satu konsep pokok dalam teori ini adalah Zona Perkembangan Proksimal (ZPD). Konsep ini didefinisikan sebagai jarak antara level perkembangan actual yang ditentukan melalui pemecahan secara mandiri dan level potensi perkembangan yang ditentukan melalui pemecahan masalah dengan bantuan orang dewasa atau dengan kerja sama dengan teman-teman sebaya yang lebih mampu (Vygotsky, 1978:86). Zona Perkembangan Proksimal (ZPD) merepresentasikan jumlah pembelajaran yang mungkin dijalani oleh seorang siswa dengan kondisi-kondisi pengajaran yang tepat .Selain itu Zona Perkembangan Proksimal (ZPD) lebih merupakan sebuah tes dari kesiapan perkembangan siswa atau level intelektual dalam bidang studi tertentu, dan tes ini menunjukkan bagaimana pembelajaran dan perkembangan berkaitan dan dapat dipandang sebagai sebuah alternatif dari konsepsi kecerdasan (Belmont, dalam Schunk 2012). Dalam Zona Perkembangan Proksimal (ZPD), seorang guru dan seorang siswa bekerja sama menghadapi sebuah tugas yang tidak dapat dilakukan sendiri oleh si siswa karena tingkat kesulitannya. Zona Perkembangan Proksimal (ZPD) mencerminkan ide Marxist tentang aktivitas kolektif, dimana mereka yang tahu lebih banyak atau lebih terlatih mengajarkan pengetahuan dan keterampilan tersebut untuk menyelesaikan tugas bersama mereka yang pengetahuannya lebih sedikit (Bruner dalam Schunk 2012).
Perubahan kognitif terjadi dalam Zona Perkembangan Proksimal (ZPD) ketika guru dan siswa berbagi alat-alat budaya, dan interaksi dengan mediasi budaya ini menghasilkan perubahan kognitif ketika terinternalisasikan dalam diri siswa. Bekerja dalam Zona Perkembangan Proksimal (ZPD) membutuhkan banyak sekali partisipasi terbimbing. Tetapi anak-anak tidak memperoleh pengetahuan kultural secara pasif dari interaksi-interaksi ini, dan apa yang mereka pelajari tidak harus refleksi otomatis atau akurat dari peristiwa-peristiwa. Siswa membawa pemahaman mereka sendiri tentang interaksi-interaksi sosial dan membangun makna-makna dengan menggabungkan pemahaman-pemahaman tersebut dengan pengalaman-pengalaman mereka dalam konteks tersebut. Pembelajaran lebih sering terjadi tiba-tiba dalam pengertian pengetahuan (insight) menurut Gestalt, dari pada mencerminkan akumulasi pengetahuan yang berangsur-angsur.
Pengaruh dari setting kultural historis terlihat jelas dalam keyakinan Vygoysky bahwa sekolah itu penting bukan karena sekolah adalah tempat dimana anak-anak mendapatkan struktur penyangga, tetapi lebih karena sekolah memberi kesempatan mereka mengembangkan kesadaran yang lebih besar tentang diri mereka sendiri, bahasa mereka, dan peran mereka dalam tatanan dunia. Berpartisipasi dalam dunia cultural dapat mengubah fungsi mental bukan, bukan sekedar mempercepat proses-proses yang bagaimanapun akan berkembang juga. Karena itu, secara garis besar Zona Perkembangan Proksimal (ZPD) mengacu pada bentuk-bentuk baru kesadaran yang terjadi ketika orang berinteraksi dengan institusi-institusi sosial dalam masyarakat mereka.
2. Scaffolding
Scaffolding merupakan salah satu cara yang dapat digunakan oleh guru untuk membimbing anak dalam Zona Perkembangan Proksimal (ZPD). Scaffolding adalah penggunaan metode informal seperti percakapan, pertanyaan, pencontohan, pembimbingan dan dukungan untuk membantu anak mempelajari konsep, pengetahuan dan keterampilan yang tidak mungkin mereka pelajari sendiri. Dalam teori Vygotsky ini, yang dimaksud scaffolding adalah mengurangi dukungan kepada peserta didik secara periodik ketika dipandang anak tersebut telah mampu memikul tanggung jawabnya sendiri.
Bayangkan scaffolding seperti tiang penopang saat membangun jembatan. Penopang itu membantu saat dibutuhkan, namun ia disesuaikan dan secara bertahap diambil saat jembatan sudah hampir selesai. Para peneliti menemukan bahwa ketika scaffolding dipakai oleh guru dan teman sebaya dalam pembelajaran kolaboratif dan, murid akan terbantu dalam proses belajarnya. Pada awalnya, peserta didik diberi dukungan penuh pada tahap awal pembelajaran, namun dukungan tersebut dikurangi sedikit-demi sedikit dan meminta anak untuk belajar bertanggung jawab dan memikul tanggung jawabnya ketika ia dipandang sanggup.
3. Bahasa dan Pemikiran
Vygotsky dalam Santrock (2013:63) percaya bahwa anak-anak menggunakan bahasa bukan hanya untuk komunikasi sosial, tetapi juga untuk merencanakan, memonitor perilaku mereka dengan caranya sendiri. Penggunaan bahasa untuk mengatur diri sendiri ini dinamakan “pembicaraan batin” (inner speech) atau “pembicaraan privat” (privat speech). Menurut Piaget, private speech bersifat egosentris dan tidak dewasa, tetapi menurut Vygotsky private speech adalah alat penting bagi pemikiran selama masa kanak-kanak (early childhood).
Vygotsky percaya bahwa bahasa dan pikiran pada mulanya berkembang sendiri-sendiri lalu kemudian bergabung. Dia mengatakan bahwa semua fungsi mental punya asal usul eksternal atau sosial. Anak-anak harus menggunakan bahasa untuk berkomunikasi dengan orang lain sebelum mereka bisa fokus ke dalam pemikirannya sendiri. Anak-anak juga harus berkomunikasi ke luar dan menggunakan bahasa selama priode yang agak lama sebelum transisi dari pembicaraan eksternal ke pembicaraan internal (batin) terjadi. Periode transisi ini terjadi antara usia tiga tahun hingga tujuh tahun dan mereka kadang bicara dengan diri sendiri. Setelah beberapa waktu, kegiatan bicara dengan diri sendiri ini mulai jarang dan mereka bisa melakukannya tanpa harus diucapkan. Ketika ini terjadi, anak telah menginternalisasikan pembicaraan egosentris mereka dalam bentuk inner speech, dan pembicaraan batin ini lalu menjadi pemikiran mereka. Vygotsky percaya bahwa anak yang banyak menggunakan private speech akan lebih kompeten secara sosial ketimbang mereka yang tidak. Dia berpendapat bahwa private speech merepresentasikan transisi awal untuk menjadi lebih komunikatif secara sosial.
Pandangan Vygotsky menentang gagasan Piaget tentang bahasa dan pemikiran. Vygotsky mengatakan bahwa bahasa, bahkan dalam bentuknya yang paling awal sekalipun, berbasis sosial, sedangkan Piaget lebih menganggap pembicaraan anak sebagai non sosial dan egosentris. Menurut Vygotsky, ketika anak kecil berbicara kepada dirinya sendiri, mereka menggunakan bahasa untuk mengatur perilaku mereka sendiri, sedangkan Piaget percaya bahwa kegiatan bicara dengan diri sendiri itu mencerminkan ketidakdewasaan (immaturity). Para periset telah menemukan bukti yang mendukung pandangan Vygotsky tentang peran positif dari private speech dalam perkembangan anak.
Menurut Vygotsky bahasa memainkan peran utama dalam perkembangan kognitif anak. Bahasa adalah bentuk komunikasi, entah itu lisan, tertulis atau tanda, yang didasarkan pada sistem simbol. Semua bahasa manusia adalah generatif (diciptakan). Penciptaan tidak terbatas adalah kemampuan untuk memproduksi sejumlah kalimat tak terbatas yang bermakna dengan menggunakan seperangkat kata dan aturan. Kuantitas membuat bahasa merupakan kegiatan yang sangat kreatif. Semua bahasa manusia juga mengikuti aturan fonologi, morfologi, sintaksis, semantik, dan pragmatis.
1. Fonologi
Fonologi adalah sistem suara bahasa. Aturan fonologi mengizinkan beberapa sekuensi suara. Untuk mempelajari fonologi bahasa, anak harus mempelajari kandungan suaranya dan urutan suara yang diperbolehkan, yang sangat penting untuk kegiatan membaca nanti.
2. Morfologi
Morfologi adalah aturan untuk mengombinasikan morfem, yang merupakan rangkaian suara yang merupakan kesatuan bahasa terkecil. Setiap kata dalam bahasa Inggris terdiri dari satu atau dua morfem. Sebagaimana aturan yang mengatur fonem memastikan bahwa serangkaian suara tertentu terjadi dalam urutan tertentu dan sesuai dengan aturan lainnya.
3. Sintaksis
Sintaksis adalah cara kata dikombinasikan untuk membentuk frasa dan kalimat yang bisa diterima.
4. Semantik
Semantik adalah makna dari satu kata atau kalimat. Setiap kata punya ciri semantik. Kata punya batasan semantik pada bagaimana mereka dapat digunakan dalam kalimat.
5. Pragmatis
Pragmatis adalah penggunaan percakapan yang tepat. Ini melibatkan pengetahuan tentang konteks apa yang dikatakan dan kepada siapa serta bagaimana mengatakannya (Nakamura 2001 dalam Santrock 2013:69).
Ahli bahasa terkenal Noam Chomsky dalam Santrock (2013:69) mengatakan bahwa manusia cenderung mempelajari bahasa pada waktu tertentu dan cara tertentu. Bukti paling kuat untuk basis biologis dari bahasa adalah bahwa anak-anak di seluruh dunia mencapai titik penting dalam berbahasa pada saat yang hampir bersamaan dalam perkembangan mereka, dengan urutan yang hampir sama, meskipun ada banyak variasi dalam input bahasa yang mereka terima. Misalnya, di beberapa kultur, orang dewasa tak pernah bicara dengan bayi di bawah satu tahun, tetapi bayi ini tetap menerima masukan bahasa.
Perkembangan bahasa anak-anak tak hanya dipengaruhi oleh faktor biologis saja atau faktor sosial. Di dalam ataupun di luar sekolah, kunci utamanya adalah mendorong anak mengembangkan bahasa. Perkembangan bahasa bukan hanya soal memberi penghargaan anak karena ia berucap benar dan meniru seorang pembicara atau guru. Anak akan lebih cerdas berbahasa jika orang tua dan guru secara aktif melibatkan anak-anak dalam percakapan, memberi mereka pertanyaan, dan menekankan bahasa interaktif ketimbang bahasa perintah.
Penguasaan bahasa melewati beberapa tahap. Celoteh dimulai pada usia tiga sampai enam bulan. Bayi biasanya mengucapkan kata pertamanya pada usia 10 sampai 13 bulan. Pada usia 24 bulan, bayi biasanya mulai memadukan dua kata. Pada tahap ini, bayi dengan cepat memahami arti penting dari bahasa untuk berkomunikasi. Mereka menciptakan farse seperti “itu buku”, “permenku”, “mama jalan”, dan “cium papa”.
Pada saat bayi menginjak usia kanak-kanak, pemahaman mereka terhadap sistem aturan bahasa mulai meningkat. Sistem aturan ini mencakup fonologi (sistem suara), morfologi (aturan untuk mengkombinasikan unit makna minimal), sintaksis (aturan membuat kalimat), semantik (system makna), dan pragmatis (aturan penggunaan dalam sistem sosial). Anak semakin mampu menghasilkan semua suara bahasa. Mereka bahkan bisa menghasilkan serangkaian konsonan yang kompleks.
Ketika anak mulai melampaui tahap pengucapan dua kata, mereka menunjukkan pengetahuan tentang aturan morfologi. Anak mulai menggunakan bentuk jamak dan positif dari kata benda (seperti kucing dan kucing-kucing). Mereka meletakkan akhiran yang tepat pada kata kerja. Mereka menggunakan proposisi (seperti di dalam, diatas), kata sandang (seperti sebuah), dan beragam bentuk kata kerja (seperti “saya akan pergi ke toko”). Beberapa bukti perubahan dalam penggunaan aturan morfologis oleh anak-anak tampak ketika mereka menyederhanakan aturan itu secara berlebihan.
Dalam eksperimen klasik yang didesain untuk meneliti pemahaman anak terhadap aturan morfologis, (Jean Berko 1958 dalam Santrock, 2013:73) memberikan kepada anak prasekolah dan anak-anak TK sebuah kartu-kartu. Anak-anak disuruh untuk melihat kartu itu saat peneliti membacakan keras-keras kata yang ada di kartu itu. Kemudian anak-anak disuruh mengisi kata yang hilang. Ini kedengarannya mudah, tapi Berko bukan hanya tertarik pada kemampuan anka untuk mengingat kata yang benar, tetapi juga kemampuan meraka untuk mengatakannya secara benar. Meskipun jawaban anak-anak tidak sempurna namun terlihat ada kemajuan. Lebih jauh anak-anak menunjukkan pengetahuan mereka tentang aturan morfologis, bukan hanya bentuk jamak dari kata benda dan orang ketiga tunggal dan bentuk kata kerja lampau. Yang membuat studi Berko ini mengesankan adalah sebagian besar kata itu baru dan dipilih sendiri olah peneliti untuk eksperimen. Jadi anak-anak tidak dapat memberikan jawabannya berdasarkan ingatan atau karena pernah mendengar sebelumnya. Jadi mereka dipaksa untuk bersandar pada aturan.
Saat anak melangkah melampaui tahap dua kata, pengetahuan mereka tentang semantik atau makna juga bertambah cepat. Kosakata dari anak usia 6 tahun berkisar antara 8.000 samapi 14.000 kata. Dengan asumsi bahwa kata dipelajari sejak usia 12 bulan, ini berarti anak menguasai 5 sampai 8 kata baru setiap harinya antara usia 1 sampai 6 tahun. Setelah 5 tahun belajar kata, penyerapan anak usia 6 tahun tidak melambat. Menurut beberapa perkiraan, rata-rata anak pada usia ini menguasai sekitar 22 kata baru setiap hari.
Ada banyak perbedaan antara bahasa anak usia 2 tahun dengan usia 6 tahun, perbedaan paling jelas adalah pada aspek pragmatisnya. Anak 6 tahun jauh lebih lancar berbicara ketimbang anak 2 tahun. Pada usia 3 tahun, anak meningkatkan kemampuan mereka untuk berbicara tentang sesuatu yang tidak hadir secara fisik. Yakni, mereka meningkatkan penguasaan karakteristik bahasa. Anak-anak tidak hanya sekedar tahu hal-hal yang ada disini dan saat ini, tetapi juga mampu berbicara tentang hal-hal yang secara fisik tidak ada disini , dan sesuatu yang terjadi dimasa lalu, atau mungkin terjadi di masa depan. Anak-anak prasekolah dapat membertahu anda apa yang mereka inginkan untuk makan siang esok hari. Ini tidak bisa dilakukan oleh anak yang berada tahap penguasaan dua kata. Anak-anak prasekolah juga mampu berbicara dengan cara yang berbeda dengan orang yang berbeda.
Kemajuan dalam bahasa di masa kanak-kanak ini memberikan dasar bagi perkembangan selanjutnya pada usia sekolah dasar. Anak-anak mendapatkan keahlian baru saat mereka masuk sekolah sehingga mereka bisa belajar membaca dan menulis, mempelajari apa arti satu kata dan bagaimana menata dan berbicara tentang suara. Mereka mempelajari prinsip abjad, bahwa huruf mempresentasikan suara dari bahasa. Saat anakk-anak berkembang pada periode anak-anak akhir mereka juga mulai menguasai tatabahasa dan lebih banyak kosakata.
Selama masa kanak-kanak periode menengah dan akhir terjadi perubahan cara anak berfikir tentang kata. Mereka menjadi tidak terlalu terikat dengan perbuatan dan dimensi perseptual yang berhubungan dengan kata, dan mereka menjadi makin analitis dalam memahami kata. Ketika diminta mengatakan kata pertama yang muncul dibenak mereka saat mendengar satu kata, anak pada tahap ini biasanya memberikan kata yang mengikuti kata tersebut dalam kalimat. Misalnya, ketika diminta menjawab untuk kata “anjing” si anak mungkin menjawab “menggonggong” atau untuk kata “makan” mereka menjawab “sarapan”. Pada usia sekitar 7 tahun, anak mulai merespon dengan kata yang merupakan golongan yang sejenis dengan kata yang didengar. Misalnya, anak bisa merespon kata anjing dengan kucing atau kuda, makan dengan minum. Ini adalah bukti bahwa anak mulai menggolongkan kosakata mereka berdasarkan suatu jenis kata dari pembicaraan (Santrok, 2013:74).
Ada satu hal yang perlu diperhatikan dalam perkembangan kosakata ini. Anak-anak yang masuk sekolah dasar dengan penguasaan kosakata yang sedikit akan mengalami kesulitan saat mulai belajar membaca. Anak-anak juga membuat kemajuan dalam penguasaan tata bahasa. Peningkatan keahlian penalaran logis dan analitis dikalangan anak SD akan membantu untuk memahami suatu konstruksi kata untuk perbandingan (lebih panjang, lebih pendek) dan penggunaan pendapat subjektif (jika anda presiden, maka…). Dimasa remaja, kosakata bertambah dengan kata-kata yang makin abstrak. Mereka lebih memahami bentuk tata bahasa yang makin kompleks, seperti fungsi kata dalam kalimat. Remaja juga menunjukkan peningkatan pemahaman pada metafora. Pada masa akhir seorang dapat mengapresiasi karya sastra dewasa secara lebih baik.
Daftar Pustaka
Santrock, John W. 2013.Psikologi Pendidikan Edisi Kedua. Jakarta: Kencana. Schunk, Dale H. 2012. Learning Theories An Educational Perspective Sixth Edition. Boston: The Univerity of North Carolina at Greensboro.
Post a Comment for "Teori Lev Seminovich Vygotsky"